Senin, 04 Mei 2015

Belajar dan Mengajar Kreatif

1.      Arti belajar kreatif
a.      Pengertian belajar kreatif
Tornace dan Myres dikutip oleh Triffinger (1980) dalam Semiawan dkk (1987:34) berpendapat bahwa belajar kreatif adalah “menjadi peka atausadar akan masalah, kekuarangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tidak ada, ketidak harmonisan dan sebagainya. Mengumpulkam informasi yang ada, membataskan kesukaran, atau menunjukkan (mengidentifikasi) unsur yang tidak ada, mencari jawaban, membuat hipotesis, mengubah dan mengujinya, menyempurnakan dan akhirmnya mengkomunikasikan hasil-hasilnya” .
Belajar  Kreatif berasal dari dua kata yaitu belajar dan kreatif.  Belajar adalah perubahan dari yang belum sempurna menjadi suatu kesempurnaan yang akhirnya menghasilkan pengalaman, pengetahuan atau ketrampilan. Jadi bisa disimpulkan bahwa kreativitas belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan sengaja untuk membantu memecahkan suatu masalah dalam hal belajar.
Kreatif berasal dari bahasa inggris “creativity” yang mempunyai arti daya cipta dan dalam kamus besar bahasa Indonesia kreativitas yaitu kemampuan untuk mencipta. Kreativitas juga diartikan kegiatan yang mendatangkan hasil dengan sifat baru, bermanfaat da bisa dimengerti.
Jadi kreatif belajar dapat diartikan sebagai kemampuan siswa menciptakan hal-hal baru dalam belajarnya baik berupa kemampuan mengembangkan  kemampuan formasi yang diperoleh dari guru dalam proses belajar mengajar yang berupa pengetahuan sehingga dapat membuat kombinasi yang baru dalam belajarnya.

b.      Proses belajar kreatif
proses belajar kreatif menurut Torance dan Myres berpendapat bahwa proses belajar kreatif sebagai : “keterlibatan dengan sesuatu yang berarti, rasa ingin tahu dan mengetahui dalam kekaguman, ketidak lengkapan, kekacauan, kerumitan, ketidakselarasan, ketidakteraturan dan sebagainya. Pada belajar kreatif kita lihat secara aktif serta ingin mendalami bahan yang dipelajari. Dalam proses belajar secara kreatif digunakan proses berfikir divergen (proses berfikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dengan proses berfikri konvergen (proses berfikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat) berfikir kritis. 

c.       Mengapa belajar kreatif itu penting
Refinger (1980 : 9-13) dalam Conny Semawan (1990:37-38) memberikan empat alasan mengapa belajar kreatif itu penting.
  1. Belajar kreatif membantu anak menjadi berhasil guna jika kita tidak bersama mereka. Belajar kreatif adalah aspek penting dalam upaya kita membantu siswa agar mereka lebihmampu menangani dan mengarahkan belajar bagi mereka sendiri. 
  2. Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak mampu kita ramalkan yang timbul di masa depan. 
  3. Belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar dalam kehiduppan kita. Banyak pengalamankreatif yang lebih dari pada sekedar hobi atau hiburan bagi kita. Kita makin menyadari bahwa belajar kreatif dapat mempengaruhi, bahkan mengubah karir dan kehidupan pribadi kita. 
  4. Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang besar.

d.      Tiga tingkat belajar kreatif (Model Trifinger)

         Teknik Kreatif Tingkat I 
1.   Memberikan Pemanasan (Warming Up) 

Sebelum mengerjakan tugas, siswa diberi pemanasan yaitu seperti siswa memerlukan switch mental dari proses pemikiran reproduktif dan konvergen ke proses pemikiran divergen dan imajinatif. Tugas atau kegiatan yang bertujuan meningkatkan pemikiran dan sikap kreatif menuntut cara dan sikap belajar yang berbeda, lebih bebas, terbuka, dan tertantang untuk berperanserta secara aktif dengan memberanikan diri dan senang memberikan gagasan sebanyak mu ngkin. 

             2.      Sumbang Saran (Brainstorming) 

Teknik ini dikembangkan oleh Alex F. Osborn yaitu teknik yang ampuh untuk meningkatkan gagasan jika diajarkan dan diterapkan dengan tepat (Shallcross, 1985). Osborn, pendiri dari Creative Education Foundation, dalam bukunya Applied Imagination menentukan empat aturan dasar untuk sidang sumbang saran, yaitu : 
      a.       Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan 
      b.       Kebebasan dalam memberikan gagasan 
      c.       Gagasan sebanyak mungkin 
      d.       Kombinasi dan peningkatan gagasan 

3. Pemikiran dan perasaan terbuka

Teknik pemikiran dan perasaan berahir ini pada intinya ingin mengupayakan agar pembelajar terdorong memunculkan perilaku divergen. Perilaku ini dapat dirangsang dengan cara mengajukan pertayaan yang memungkinkan pembelajar mengungkapkan segala peraaan dan pikiran sebagai jawaban. 

         Teknik Kreatif Tingkat II 
1.      Synectics 

Teknik ini dikembangkan oleh William J.J. Gordon dan menggunakan teknik berpikir kreatif yang menggunakan analogi dan metaphor (kiasan) untuk membantu pemikir menganalisis masalah dan mengembangkan berbagai sudut tinjau (Feldhusen & Treffinger, 1980). Ada tiga jenis analogi yang digunakan dalam teknik ini yaitu : 
  • Analogi fantasi : dalam hal ini siswa mencari pemecahan yang ideal untuk suatu masalah, termasuk solusi yang aneh atau tidak lazim. 
  • Analogi langsung : siswa diminta untuk menemukan situasi masalah sejajar dalam situasi kehidupan nyata 
  • Analogi pribadi : menuntut siswa menempatkan dirinya dalam peran masalah itu sendiri. 

2.      Futuristics 

Tokoh terkenalnya adalah Toffler (1981), mengatakan bahwa siswa perlu dibantu dalam mengaitkan perubahan yang akan terjadi di dunia dengan perubahan dalam kehidupan mereka sendiri. dalam hal ini pengertian futuristics sendiri adalah mengajar dengan pandangan masa depan (futuristic point of view) amat penting agar siswa berbakat kelak dapat menggunakan kemampuan mereka untuk membantu mencipta masa depan. Tujuan khusus untuk mengajar dengan pandangan masa depan adalah : 
a. Memberikan siswa cara-cara berpikir ten tang masa depan yang lebih baik, lebih canggih, dan lebih     positif. 
b. Membekali siswa dengan keterampilan dan konsep yang perlu untuk memahami sistem-sistem yang kompleks 
c. Membantu siswa menemukenali dan memahami masalah-masalah utama yang timbul di masa depan 
d. Membantu siswa memahami perubahan dan bagaimana menghadapinya 

         Teknik Kreatif Tingkat III 
1.      Pemecahan Masalah Secara Kreatif 
Proses Creative Problem Solving (CPS) atau pemecahan masalah secara kreatif (PMK) dikembangkan oleh Parnes, presiden dari Creative Problem Solving Foundation (CPSF). Proses ini meliputi lima langkah yaitu : menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi, dan menemukan penerimaan. 

2.      Proses Lima Tahap (Shallcross) 
Shallcross (1985), membedakan antara primary creativity dengan secondary process creativity. Kreativitas primer adalah proses pemecahan masalah secara ilmiah oleh pikiran kita, karena pemikir tidak menyadari bahwa terjadi suatu proses. Sedangkan pada kreativitas sekunder ada peningkatan kesadaran dalam pemecahan yang berlangsung melalui beberapa tahapan.

2.      Mengajar  Kreatif
Jelaskan teknik mengajar kreatif
a.      Memberikan pemanasan
Teknik pemanasan ini pada intinya merupakan kegiatan prabelajar yang digunakan pada tahap awal pelajaran. Tahap pemanasan ini mengupayakan adanya kondisi pelepasan pikiran pebelajar dengan cara pembebasan diri dari peraturan-peraturan dan hukum-hukum berpikir yang berlaku. Pembelajar dikondisikan untuk terbebas dari kebiasan menjawab dengan tepat, dari batasan-batasan waktu, serta diarahkan untuk lebih banyak menghasilkan ide. Dengan kegiatan pemanasan tersebut diharapkan pembelajar sudah masuk pada suasana pemikiran yang siap untuk menelaah hal dan masalah baru yang kan dipelajari pada tahapan pembelajaran berikutnya.

b.      Pemikiran dan perasaan terbuka
Teknik pemikiran dan perasaan terbuka ini pada intinya ingin mengupayakan agar pembelajar terdorong memunculkan perilaku divergen. Perilaku ini dapat dirangsang dengan cara mengajukan pertayaan yang memungkinkan pembelajar mengungkapkan segala perasaan dan pikiran sebagai jawaban.

3.      Memupuk iklim belajar kreatif
a.      Menerapan srtategi memupuk iklim belajar kreatif
Iklim belajar dan pembelajar yang kondusif dalam arti nyaman, aman. tenang dan menyenangkan merupakan prasyarat bagi berlangsung kegiatan belajar yang dinamis, kreatif dan produktif. Kondisi seperti ini akan meningkat hasil belajar siswa, karena siswa termotivasi dalam belajar dan belajar tanpa merasa tertekan.
Adapun strategi yang dapat dilakukan oleh guru untuk menciptakan kondisi belajar yang kondusif adalah :
  1. Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran kelasikal, sebagian peserta didik akan sulit untuk mengikuti pembelajaran secara optimal dan menuntut peran ekstra guru untuk memberikan pembelajaran remedial.
  2. Memberikan pembelajaran remedial bagi para peserta didik yang kurang berprestasi, atau berprestasi rendah. Dalam sistem pembelajaran kelasikal, sebagian peserta didik akan sulit untuk mengikuti pelajaran secara optimal. Dan menuntut peran serta guru untuk memberikan pembelajaran remedial.
  3. Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik, serta pengelolaan kelas yang tepat, efektif dan efisien.
  4. Menciptakan kerja sama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap peserta didik memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengemukakan pandangannya tanpa ada rasa takut mendapatkan sangsi atau dipermalukan. 
  5. Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran. Dalam hal ini guru harus mampu memposisikan diri sebagai pembimbing dan manusia sumber. Sekali-kali cobalah untuk melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan pembelajaran, agar mereka merasa bertanggung jawab terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.
  6. Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan sebagai sumber belajar. 
  7. Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri ( self evaluation ). Dalam hal ini guru sebagai fasilitator harus mampu membantu peserta didik untuk menilai bagaimana mereka memperoleh kemajuan dalam proses belajar yang dilaluinya. Dengan terkondisinya iklim belajar yang kondusif, akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efetktif dan bermakna yang lebih menekankan pada belajar mengetahui ( learning to know ), belajar berkarya ( learning to do ), belajar menjadi diri sendiri ( learning to be ) dan belajar hidup bersama-sama secara harmonis ( learning tog live together ). Suasana seperti itu akan memupuk tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya ketergantungan di kalangan siswa, bersifat adaptif dan proaktif serta memiliki jiwa enterprenership ulet, inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, kerja keras, disiplin, menghargai kualitas dan berani mengambil resiko.
b.      Menjelaskan tentang saran-saran dalam memupuk belajar
(Menurut Barbe dan Renzulli dalam Munandar, 1999), saran-saran dalam memupuk belajar:
  1. Bentuk pengalaman belajar sesuai dengan rasa ingin tahu alamiah anak dengan menghadapkan masalah yang relevan sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan minat anak. 
  2. Ajak anak ikut menyusun dan merencanakan kegiatan belajar. 
  3. Beri pengalaman hidup yang nyata yang meminta peranserta aktif anak dan kembangkan kemampuan yang perlu untuk itu .
  4. Bertindaklah sebagai fasilitator . 
  5. Usahakan program belajar yang mendorong siswa melakukan penyelidikan, percobaan, dan penemuan sendiri.
  6. Dorong dan hargai inisiatif, keinginan mengetahui dan menguji, serta orisinalitas 
  7. Biarkan anak belajar dari kesalahan dan menemukan akibatnya    
   
Sumber:
https://cancer55.wordpress.com/2011/12/17/strategi-guru-mengembangkan-suasana-belajar-mengajar-yang-kondusif/
psikologi anak berbakat. ppt